Zidane Iqbal, gelandang muda berbakat berdarah Irak dan lahir di Manchester, pernah menjadi simbol harapan masa depan Manchester United. Dikenal dengan teknik tinggi, visi permainan yang matang, dan ketenangan di lini tengah, Iqbal sempat mencuri perhatian publik saat tampil impresif di laga pramusim bersama skuad utama The Red Devils. Namun, alih-alih berkembang menjadi pilar utama di bawah arahan Erik ten Hag, perjalanan Iqbal justru berakhir pahit dan menyisakan luka mendalam.

Janji Manis Erik ten Hag

Ketika Erik ten Hag pertama kali mengambil alih kursi manajer Manchester United pada musim panas 2022, ia datang dengan reputasi sebagai pelatih yang berani mengorbitkan pemain muda, seperti yang ia lakukan di Ajax Amsterdam. Nama-nama seperti Frenkie de Jong, Matthijs de Ligt, hingga Donny van de Beek pernah merasakan sentuhan langsung dari tangan dingin sang pelatih asal Belanda.

Zidane Iqbal, yang saat itu tengah naik daun dari akademi, disebut-sebut sebagai salah satu pemain muda yang akan mendapat kesempatan lebih banyak. Bahkan Ten Hag sempat memberi pujian langsung atas penampilan Iqbal dalam laga pramusim dan beberapa sesi latihan. Janji-janji manis pun terdengar: “Kami akan memberi kesempatan kepada para pemain muda yang menunjukkan kualitas dan determinasi tinggi.” Sayangnya, janji tersebut tampak lebih seperti pemanis bibir daripada sebuah komitmen nyata.

Realita yang Tak Sesuai Harapan

Meskipun tampil baik di pramusim dan beberapa kali masuk dalam daftar pemain cadangan, Iqbal tak pernah benar-benar diberi menit bermain yang berarti di tim utama selama musim penuh di bawah Erik ten Hag. Situasi ini cukup ironis, mengingat United tengah mengalami krisis di lini tengah akibat cedera dan performa inkonsisten sejumlah pemain seperti Scott McTominay, Fred, dan bahkan Christian Eriksen.

Iqbal hanya menjadi penonton dari bangku cadangan, dan perlahan-lahan namanya menghilang dari skuad utama. Ketika bursa transfer dibuka, klub tak lagi menahan kepergiannya. Iqbal dilepas ke klub Belanda, FC Utrecht, sebuah langkah yang membuat banyak penggemar bertanya-tanya: ke mana janji pembinaan talenta muda yang pernah digembar-gemborkan oleh Ten Hag?

Luka Mendalam dan Penyesalan yang Terselubung

Kepergian Iqbal bukan hanya soal kehilangan satu pemain muda potensial, tapi juga mencerminkan masalah yang lebih besar dalam pengelolaan pemain muda di Manchester United. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bakat akademi yang gagal mendapat tempat di tim utama meskipun performa mereka di level junior atau pramusim menjanjikan. Nama-nama seperti James Garner, Ethan Laird, hingga Anthony Elanga juga mengalami nasib serupa: disanjung, lalu disingkirkan secara perlahan.

Bagi Iqbal, rasa kecewa tampaknya tak bisa disembunyikan. Dalam beberapa wawancara setelah bergabung dengan FC Utrecht, ia menyiratkan bahwa keputusan hengkang diambil karena kurangnya kejelasan dan kesempatan nyata di Old Trafford. “Saya ingin bermain. Saya ingin berkembang. Saya tidak bisa hanya duduk dan menunggu sesuatu yang tidak pasti,” ungkapnya dalam sebuah pernyataan.

Kritik terhadap Strategi Ten Hag

Munculnya kritik terhadap Erik ten Hag dalam hal penanganan pemain muda bukan tanpa alasan. Meski sukses membawa United ke zona Liga Champions dan menjuarai Carabao Cup di musim pertamanya, namun pendekatan terhadap talenta akademi tak berjalan seindah narasi awal. Kepercayaan justru lebih diberikan kepada pemain-pemain senior, bahkan yang performanya tak stabil, ketimbang memberikan menit bermain bagi talenta seperti Iqbal.

Ten Hag juga dinilai terlalu fokus pada pemain yang ia kenal dari Eredivisie atau masa lalu, seperti Antony, Lisandro Martínez, hingga Tyrell Malacia. Situasi ini membuat banyak pihak bertanya, apakah pemain muda lokal seperti Iqbal memang tak pernah benar-benar masuk dalam rencana jangka panjang?

Kesempatan Baru, Harapan Baru

Kini, Zidane Iqbal tengah menjalani babak baru di Eredivisie bersama FC Utrecht. Ia tampil reguler dan mulai menunjukkan potensi yang sempat terkubur di bangku cadangan Old Trafford. Bagi Iqbal, langkah ini mungkin terasa pahit, namun bisa menjadi awal dari kebangkitan karier yang lebih cerah. Tak sedikit yang berharap ia akan kembali ke pentas besar suatu hari nanti, mungkin bukan sebagai pemain Manchester United, tapi sebagai bukti bahwa talenta tak bisa dibungkam oleh janji palsu.

Dan bagi Manchester United, kisah Zidane Iqbal bisa menjadi pelajaran penting: jika terus mengabaikan janji pada pemain muda, maka klub bisa kehilangan generasi emas yang sebenarnya telah tumbuh dari tanah mereka sendiri.

Baca Juga: 3 Fakta Unik Lolosnya Chelsea ke Final Piala Dunia Antarklub 2025: 14 Gol dari 11 Pemain Berbeda

By admin